TRADISI UPACARA ADAT MASYARAKAT INDONESIA

1.MA’NENE

Manene, Tradisi Mengganti Pakaian Jasad Leluhur Warga Toraja

Tradisi Ma’nene merupakan cara masyarakat Toraja menghormati para leluhur. Menurut mereka, roh mereka tidak pernah
meninggalkan keluarga. Maka dari itu, mereka punya tradisi untuk mendandani dan mengganti pakaian untuk dibawa pulang
ke rumah.Biasanya Ma’nene dilakukan setelah panen besar pada Agustus. Meski demikian, ada pula yang melakukannya pada
September, setahun setidaknya ada tiga kali.

2.KEBO-KEBOAN

Dirjen Kebudayaan Apresiasi Kegigihan Warga Banyuwangi Lestarikan Tradisi  Kebo-keboan - Surya

Kebo-keboan digelar untuk memohon kesuburan sawah dan hasil panen yang melimpah. Tradisi ini dijalankan masyarakat
Banyuwangi, khususnya Suku Osing. Setiap tahunnya, kamu bisa melihat Kebo-keboan di Desa Alasmalang dan Aliyan pada
10 Muharram atau Suro.Acara dimulai dengan mengarak orang yang kerasukan roh gaib untuk dibawa ke Rumah Kebudayaan
Kebo-keboan. Terakhir, akan ada Dewi Kesuburan dan Dewi Sri yang menaburkan benih padi kepada para petani dan kebo.

3.OMED-OMEDAN

Tradisi Omed-omedan Bukan Ajang Ciuman Massal - Regional Liputan6.com

Omed-omedan menjadi tradisi pemuda Banjar Kaja, Desa Pakraman Sesetan, Denpasar, dalam menyambut pergantian Tahun Baru
Caka. Acara ini sudah dilakukan sejak abad ke-18 Masehi.Omed-omedan bukan tradisi ciuman seperti yang terlihat di media
sosial, melainkan saling tarik-menarik. Tradisi ini hanya boleh dilakukan anggota baru masuk perguruan tinggi hingga
yang belum menikah. Bagi yang sedang berhalangan dilarang untuk ikut serta.

4.IKIPALIN

Ikipalin di Papua - BorobudurNews

Suku Dani di Lembah Baliem, Papua, punya cara cukup ekstrem dalam mengungkapkan kesedihannya. Ketika ada anggota keluarga
atau kerabat yang meninggal, mereka akan memotong jarinya. Hal ini dilakukan untuk mencegah malapetaka yang membuat nyawa
hilang terulang kembali.Ikipalin dilakukan menggunakan benda tajam, seperti pisau, kapak, parang, atau lainnya. Untungnya
seiring dengan terbukanya Suku Dani, kini mulai banyak orang yang meninggalkannya.

5.TATUNG

Asal-Usul Tatung (Lokthung) Pada Perayaan Cap Go Meh di Kota Singkawang |  Tionghoa.INFO

Layaknya debus, kamu yang belum terbiasa akan ngeri melihat tradisi Tatung di Singkawang. Dalam meramaikan Cap Go Meh
Singkawang, ada ratusan orang yang melakukan tradisi tersebut. Tatung sendiri punya makna roh dewa dari bahasa Hakka.
Dalam menjaga kesaktiannya, mereka diharuskan melakukan beberapa ritual. Salah satunya puasa makan daging setiap tanggal
satu dan 15 setiap bulannya dalam penanggalan Tiongkok.

6.BAKAR TONGKANG

Festival Bakar Tongkang 28-30 Juni di Bagan Siapi Api - Balai Pelestarian  Nilai Budaya Kepulauan Riau

Keturunan Tionghoa di Bagan Siapiapi, Riau, punya tradisi spesial setiap Juni bernama Bakar Tongkang. Awalnya, tradisi
ini menjadi bentuk keputusasaan masyarakat Tionghoa untuk menetap di sebuah wilayah.Seiring perkembangan zaman, tradisi
ini menjadi pengingat masyarakat Bagan Siapiapi untuk tak lupa dengan kampung halamannya. Ritual ini diadakan dengan cara
membuat kapal layar yang nantinya akan dibakar.Sebelumnya, kelenteng yang ada di sekitarnya melakukan upacara pemanggilan
roh. Setelah itu, roh akan dimasukkan ke dalam orang yang bersedia menjadi medium.

7.RAMBU SOLO

6 Perbedaan Rambu Solo' & Rambu Tuka' dalam Upacara Adat Suku Toraja

Tana Toraja memang punya banyak tradisi unik, apalagi yang berhubungan dengan kematian. Bagi mereka, Rambu Solo menjadi
ritual yang harus dilakukan saat ada yang meninggal.Kalau tidak dilakukan, mereka percaya arwahnya akan memberikan
kemalangan kepada orang yang ditinggalkan. Sebelum ritual dimulai, orang yang meninggal hanya akan dianggap sakit.
Mereka akan merawatnya dengan memberikan sesaji, seperti makanan, minuman, rokok, sirih, atau lainnya. Biasanya, Rambu
Solo akan diadakan pada Juli dan Agustus.

8.SEBA

Melestarikan Ritual Adat Seba Badui yang Bersahaja Kaya Makna

Tak jauh dari kota modern, Suku Baduy Dalam tetap menjaga tradisinya berjalan kaki tanpa kendaraan. Bahkan, setiap
tahunnya, mereka punya tradisi Seba. Tradisi berjalan kaki dari Rangkasbitung sejauh 100 kilometer untuk bersilaturahmi.
Pada 4-6 Mei lalu, Seba dilakukan dengan bertemu beberapa kepala daerah. Di setiap pertemuan, pemangku adat akan
menyampaikan pesan-pesan penting.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *