Najis memiliki banyak jenis dan macamnya. Setiap jenis najis ini juga punya cara mensucikan yang berbeda.
Najis adalah suatu kotoran, jika kotoran tersebut menempel pada pakaian atau tempat, maka pakaian atau tempat tersebut tidak dapat digunakan untuk beribadah (misalnya sholat). Kotoran tersebut harus disucikan dengan cara-cara tertentu sesuai dengan tingkatan najis tersebut.
Najis Muhkaffafah/Najis Ringan
Contohnya air kencing bayi laki-laki yang belum makan sesuatu kecuali air susu ibunya. Jika sang bayi sudah pernah mengonsumsi makanan selain air susu ibu, semisal susu kaleng buatan pabrik atau yang lainnya, maka air kencingnya sudah tidak lagi dikatakan najis ringan, melainkan najis sedang.
Lalu, bagaimana dengan air kencing bayi perempuan yang belum makan apa-apa selain air susu ibu? Ust. Abu Sakhi dalam bukunya Panduan Praktis dan Lengkap Menuju Kesempurnaan Salat menjelaskan bahwa hukumnya bukan termasuk najis ringan, tetapi najis sedang.
Najis Muthawasitthah/Najis Sedang
Contohnya nanah, darah, kotoran yang keluar dari qubul dan dubur manusia atau binatang, minuman keras, darah haid dan nifas, wadi dan madzi, juga bangkai (termasuk tulang dan bulunya). Bangkai manusia, belalang, dan ikan tidak dianggap najis.
Najis Mutawasithah dibagi menjadi dua macam, yaitu:
– Najis ‘Ainiyah yaitu najis yang tampak zatnya atau sifatnya seperti warna, bau, dan rasanya.
– Najis Hukmiah yaitu najis yang tidak tampak zatnya atau sifatnya, seperti air kencing atau arak yang sudah kering.
Najis Mughallazah/Najis Besar
Contohnya babi dan air liur anjing. Hal ini berdasarkan Al-Qur’an surat Al-An’aam ayat 145,
قُلْ لَّآ اَجِدُ فِيْ مَآ اُوْحِيَ اِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلٰى طَاعِمٍ يَّطْعَمُهٗٓ اِلَّآ اَنْ يَّكُوْنَ مَيْتَةً اَوْ دَمًا مَّسْفُوْحًا اَوْ لَحْمَ خِنْزِيْرٍ فَاِنَّهٗ رِجْسٌ اَوْ فِسْقًا اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَاِنَّ رَبَّكَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: Katakanlah, “Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali (daging) hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi karena ia najis, atau yang disembelih secara fasik, (yaitu) dengan menyebut (nama) selain Allah. Akan tetapi, siapa pun yang terpaksa bukan karena menginginkannya dan tidak melebihi (batas darurat), maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Adapun tentang najis anjing didasarkan pada hadits berikut. Rasulullah SAW bersabda, “Jika seekor anjing menjilat bejana salah satu daripada kamu sekalian, maka hendaknya kamu menuangkan bejana itu (mengosongkan isinya) kemudian membasuhnya tujuh kali.” (HR Muslim)